TEORI
SASTRA
DISUSUN
OLEH :
WIWIN RASMAWATI (1551040025)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
TAHUN AKADEMIK 2015/2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami haturkan kehadirat
Allah SWT, karena atas segala limpahan rahmat-Nya kami dapat menyusun makalah
ini dengan tepat waktu. Sholawat serta salam kami kirimkan kepada junjungan
kita Nabi Muhammad SAW, beserta keluarganya, sahabatnya dan seluruh umatnya
sampai akhir zaman.
Pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah memberi arahan
konstruktif dalam penyusunan makalah ini. Dan tak lupa ucapan terimakasih
kepada teman-teman dan kepada berbagai pihak yang selama ini telah banyak
membantu penulis dari awal penyusunan hingga selesainya makalah Pendekatan
Kritis Terhadap Karya Sastra ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak
terdapat banyak kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan makalah ini, baik
dari susunan makalah, tulisan materi, dan lainnya. Oleh karena itu, berbagai
saran dan kritik yang dapat membantu dan memberi arahan yang positif lainnya
dari semua pihak tetap penulis harapkan demi kesempurnaan makalah selanjutnya.
Akhirnya, semoga makalah Pendekatan
Kritis Terhadap Karya Sastra ini dapat bermanfaat bagi kita semua, terutama
bagi penulis.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG
Karya
sastra merupakan hasil dari daya cipta, karsa manusia yang dimana mengandung
nilai seni yang tinggi. Dalam penciptaan karya sastra, seorang seniman/ penyair
tidak menciptakannya hanya asal-asalan. Melainkan membutuhkan usaha yang keras
baru bisa menghasil sebuah karya yang bermutu. Selain itu, banyak aspek yang
dipertimbangkan dalam penbuatan kayra sastra. Minsalnya aspek keindahan, nilai
guna/manfaat.
Akibatnya banyak waktu yang diperlukan
penyair/pengarang dalam membuat suatu karya. Dalam mengkaji sebuah karya
sastra, kita tidak dapat melepaskan diri dari cara pandang yang bersifat
parsial, maka ketika mengkaji karya sastra, seringkali seseorang akan
memfokuskan perhatiaanya hanya kepada aspek-aspke tertentu dari karya sastra.
Aspek-aspek tertentu itu misalnya berkenaan dengan persoalan estetika,
moralitas, psikologi, masyarakat, beserta dengan aspek-aspeknya yang lebih
rinci lagi, dan sebagainya.
Hal
itu sendiri, memang bersifat multidimensional karena ragam sastra sangat banyak
dan berkembang secara dinamis. Kondisi-kondisi perkembangan tersebut memerlukan
cara pemahaman yang berbeda-beda. Kesulitan dalam memahami gejala sastra
memicu para ilmuwan untuk menemukan berbagai cara sebagai pendekatan yang baru.
Dengan kata lain, gejala sastra memunculkan hadirnya sejumlah masalah yang baru
yang menarik dan perlu dipecahkan.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Adapun
rumusan masalah dari latar belakang diatas adalah :
1. Apa
yang dimaksud dengan pendekatan kritis sastra ?
2. Bagaimana
pendekatan kritis sastra secara objektif?
3. Bagaimana
pendekatan kritis sastra mimetic ?
4. Bagaimana
pendekatan kritis sastra pragmatik?
5. Bagaimana
pendekatan kritis sastra ekspresif?
1.3 MAKSUD DAN TUJUAN
Dari rumusan masalah di
harapkan pembaca mampu :
1. Mengetahui
pengertian pendekatan kritis sastra
2. Mengetahui
pendekatan kritis sastra secara objektif
3. Mengetahui
pendekatan kritis sastra mimetik
4. Mengetahui
pendekatan kritis sastra pragmatik
5. Mengetahui
pendekatan kritis sastra ekspresif
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.PENGERTIAN PENDEKATAN KRITIS SASTRA
Kritis
menurut KBBI yaitu peka, perseptif, responsitif, tanggap, tajam, teliti,
vokal sedangkan secara etimologis,
pendekatan berasal dari kataappropio atau approach, yang artinya sebagai jalan
atau penghampiran. Jadi pendekatan didefinisikan sebagai cara-cara menghampiri
suatu objek.Definisi sastra menurut konteks kebudayaan adalah ekspresi
gagasan dan perasaan manusia. Yang dapat juga diartikan sebagai bentuk upaya
manusia untuk mengungkapkan gagasannya melalui bahasa yang lahir dari perasaan
dan pemikirannya. Jadi pendekatan kritis sastra adalah cara-cara yang dilakukan
oleh seorang penelaah untuk mengkaji sebuah karya sastra dengan teliti agar
dapat memahaminya.
2.2 PENDEKATAN OBJEKTIF (UNSUR
INTRINSIK)
Pendekatan
objektif merupakan suatu pendekatan yang hanya menyelidiki karya sastra itu
sendiri tanpa menghubungkan dengan hal-hal di luar karya sastra.
Menurut Goldmann studi
karya sastra harus dimulai dengan analisis struktur, diantaranya menganalisis
struktur kemaknaan yang dapat mewakili pandangan dunia penulis, tidak sebagai
individu, tetapi sebagai struktur mental transindividu dari sebuah kelompok
sosial atau wakil golongan masyarakatnya. Atas dasar pandangan dunia penulis,
peneliti karya sastra dapat membandingkan dengan data-data dan anlisis keadaan
sosisal masyarakat bersangkutan.
Abrams
dalam bukunya The Mirror and The Lamp, yaitu “Telaah karya sastra dengan
pendekatan obyektif sering dikenal dengan telaah struktural, yang dimaksudkan
untuk mendeskripsikan tema, peristiwa, tokoh, alur, setting, sudut pandangan,
diksi yang terdapat dalam karya sastra”
Konsep
dasar pendekatan ini adalah karya sastra merupakan sebuah struktur yang terdiri
dari bermacam-macam unsur pembentuk struktur. Antara unsur-unsur pembentuknya
ada jalinan erat (koherensi). Tiap unsur tidak mempunyai makna dengan
sendirinya melainkan maknanya ditentukan oleh hubungan dengan unsur-unsur lain
yang terlibat dalam sebuah situasi. Makna unsur-unsur karya sasatra itu hanya
dapat dipahami sepenuhnya atas dasar tempat dan fungsi unsur itu dalam
keseluruhan karya sastra. Secara metodologis, pendekatan ini bertujuan melihat
karya sastra sebagai sebuah sistem dan nilai yang diberikan kepada sistem itu
amat bergantung kepada nilai komponen-komponen yang ikut terlibat di
dalamnya.
Kelemahan:
menolak unsur-unsur ekstrinsik dalam karya sastra seperti aspek historis,
sosiologis, politis, dan unsur-unsur sosiokultural lainnya, termasuk biografi.
Oleh karena itulah, pendekatan objektif juga disebut analisis otonomi.
2.3 PENDEKATAN MIMETIK
Istilah mimetik berasal dari bahasa
Yunani ‘mimesis’ yang berarti ‘meniru’,‘tiruan' atau ‘perwujudan’. Secara umum
mimetik dapat diartikan sebagai suatu pendekatan yang memandang karya sastra
sebagai tiruan atau pembayangan dari dunia kehidupan nyata. Mimetik juga dapat
diartikan sebagai suatu teori yang dalam metodenya membentuk suatu karya sastra
dengan didasarkan pada kenyataan kehidupan sosial yang dialami dan kemudian
dikembangkan menjadi suatu karya sastra dengan penambahan skenario yang timbul
dari daya imajinasi dan kreatifitas pengarang dalam kehidupan nyata tersebut.
Pendekatan
yang berupaya memahami hubungan karya sastra dengan realitas / kenyataan
(berasal dari kata mimesis (bahasa Yunani) yang berarti tiruan). Realitas:
sosial, budaya, politik.
Pendekatan
mimetik adalah pendekatan kajian sastra yang menitik beratkan kajianya terhadap
hubungan karya sastra dengan kenyataan di luar karya sastra (Abrams,1981: 189).
Maksudnya dengan lingkungan sosial-budaya yang melatar belakangi lahirnya karya
sastra itu. Kenyataan manusia dalam kehidupan sehari-hari adalah kenyataan
yang telah ditafsirkan sebelumnya dan yang dialaminya secara subjektif sebagai
dunia yang bermakna dan kohern. Hubungan antara seni dan kenyataan merupakan
interaksi yang kompleks dan tak langsung, yang ditentukan oleh konvensi bahasa,
konvensi sosio-budaya, dan konvensi sastra. (Teew, 1984: 224-229).
“pendekatan
ini memandang seni sebagai tiruan dari aspek-aspek realitas, dari
gagasan-gagasan eksternal dan abadi, dari pola-pola bunyi, pandangan, gerakan,
atau bentuk yang muncul secara terus menerus dan tidak pernah
berubah” (Lewis, 1976:46).
Rohrberger
dan Woods, 1971:9 memandang pendekatan mimetik sebagai pendekatan
historis-sosiologis. Katanya: “pendekatan sosiologis-historis menyarankan
kepada pendekatan yang menempatkan karya yang sebenarnya dalam hubungannya
dengan peradaban yang menghasilkannya. Peradaban di sini dapat didefisikan
sebagai sikap-sikap dan tindakan-tindakan kelompok masyarakat tertentu dan
memperlihatkan bahwa sastra mewadahi sikap-sikap dan tindakan-tindakan mereka
sebagai persolan pokoknya”.
Dalam
mengimplementasikan pendekatan di atas, penelaah pertama memahami suatu karya
atas dasar teks tertulis; kedua dia memandang teks tertulis itu sebagai
pengungkapan pengalaman, perasaan, imajinasi, persepsi, sikap dan sebagainya;
dan kedua dia menghubungkannya dengan realitas yang terjadi di masyarakatnya.
Dilihat
dari sudut pandang penciptaan atau kepengarangan, dapat dikatakan bahwa karya
sastra tidak dapat dilepaskan dari sang pengarangnya. Dalam kaitan ini, dalam
proses kepengarangan, sang pengarang itu tentu tidak asal mengarang atau
menulis karya sastra; dia tentu terlebih dahulu melakukan observasi dan lalu
melakukan komtemplasi (perenungan) atas peristiwa-peristiwa yang terjadi di
masyarakatnya. Melalui proses observasi dan komtemplasi, dia melakukan
imajinasi dakam rangka untuk menciptakan karya sastra (berkreasi).
Melalui
proses-proses itu maka terwujudlah suatu karya sastra. Karena karya sastra
banyak berkait dengan persoalan-persoalan kemanusiaan, maka untuk dapat
memahaminya kita perlu mengkaitkannya dengan bidang-bidang atau
disiplin-disiplin sosial/ humaniora lainnya. Pemahaman dengan cara yang
demikian mengacu kepada pemahaman karya sastra secara interdisipliner.
Melalui
penjabaran di atas, dapat diketahui secara konseptual dan metodologis bahwa
pendekatan mimesis menempatkan karya sastra sebagai:
· produk
peniruan kenyataan yang diwujudkan secara dinamis,
· representasi
kenyataan semesta secara fiksional,
· produk
dinamis yang kenyataan di dalamnya tidak dapat dihadirkan dalam cakupan yang
ideal,
· produk
imajinasi yang utama dengan kesadaran tertinggi atas kenyataan.
Kelemahan :
sering dilakukan pembandingan langsung antara realitas faktual (riil)
sehingga hakikat karya sastra yang fiktif imajiner sering dilupakan
2.3 PENDEKATAN EKSPRESIF
Pendekatan
ekspresif adalah pendekatan dalam kajian
sastra yang menitikberatkan kajianya pada ekspresi perasaan atau tempramen
penulis (Abrams, 1981: 189). Maksudnya pendekatan yang
memfokuskan perhatiannya pada sastrawan sebagai pencipta atau pengarang
karya sastra, ide, gagasan, emosi, pengalaman lahir batin. Informasi
tentang penulis ini memiliki peranan yang sangat penting dalam kajian
dan apresiasi sastra. Penilaian terhadap karya seni ditekankan pada keaslian
dan kebaruan (Teew, 1984: 163-165).
Abrams menjelaskan:
“Telaah pada teori ekspresif memandang suatu karya seni secara esensial sebagai
dunia internal (pengarang) yang terungkap sehingga menjadi dunia eksternal
(berupa karya seni); perwujudannya melalui proses kreatif, dengan titik tolak
dorongan perasaan pengarang; dan hasilnya adalah kombinasi antara persepsi,
pikiran dan perasaan pengarangnya. Sumber utama dan pokok masalah suatu novel,
misalnya, adalah sifat-sifat dan tindakan-tindakan yang berasal dari pemikiran
pengarangnya”
Disisi
lain Rohrberger dan Woods (1971:8) memandang pendekatan ekspresif ini
sebagai pendekatan biografis. “Pendekatan biografis menyarankan pada perlunya
suatu apresiasi terhadap gagasan-gagasan dan kepribadian pengarang untuk
memahami obyek literer. Atas dasar pendekatan ini, karya seni dipandang sebagai
refleksi kepribadian pengarang, yang atas dasar pengalaman estetis pembaca
dapat menangkap kesadaran pengarangnya; dan yang setidak-tidaknya.sebagian
respon pembaca mengarah kepada kepribadian pengarangnya. Dengan pendekatan
ekspresif penelaah hendaknya mempelajari pengetahuan tentang pribadi pengarang
guna memahami karya seninya”. Telaah dengan pendekatan ekspresif
dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan pengarang dalam
mengungkapkan gagasan-gagasan, imajinasi, spontatanitasnya dan sebagainya.
Pendekatan
kritik ekspresif ini menekankan kepada penyair dalam mengungkapkan atau
mencurahkan segala pikiran, perasaan, dan pengalaman pengarang ketika melakukan
proses penciptaan karya sastra. Pengarang menciptakannya berdasarkan
subjektifitasnya saja, bahkan ada yang beranggapan arbitrer. Padahal, ekspresif
yang dimaksud berkenaan dengan daya kontemplasi pengarang dalam proses
kreatifnya, sehingga menghasilkan sebuah karya yang baik dan sarat makna.
Para kritikus
ekspresif meyakini bahwa sastrawan (pengarang) karya sastra merupakan unsur
pokok yang melahirkan pikiran-pikiran, presepsi-prespsi dan perasaan yang
dikombinasikan dalam karya sastra. Kritikus cendrung menimba karya sastra
berdasarkan kemulusan, kesejatian, kecocokan penglihatan mata batin pengarang/keadaan
pikiranya.
Dengan
demikian secara konseptual dan metodologis dapat diketahui bahwa pendekatan
ekspresif menempatkan karya sastra sebagai:
1. wujud
ekspresi pengarang,
2. produk
imajinasi pengarang yang bekerja dengan persepsi-persepsi, pikiran-pikiran dan
perasaan-perasaannya,
3. produk
pandangan dunia pengarang.
Kelemahan :
cenderung menyamakan secara langsung realitas yang ada dalam karya sastra
dengan realitas yang dialami sastrawan atau pengarang.
2.4 PENDEKATAN
PRAGMATIK
Secara
umum pendekatan pragmatik adalah pendekatan kritik sastra yang ingin
memperlihatkan kesan dan penerimaan pembaca terhadap karya sastra dalam zaman
ataupun sepanjang zaman.
Sedangkan
menurut para ahli mendefinisikan pendekatan pragmatik adalah sebagai berikut:
1. Menurut
Teeuw, 1994 teori pendekatan pragmatik adalah salah satu bagian ilmu sastra
yang merupakan pragmatik kajian sastra yang menitik beratkan dimensi pembaca
sebagai penangkap dan pemberi makna terhadap karya satra.
2. Felix
Vedika ( Polandia ), pendekatan pragmatik merupakan pendekatan yang tak ubahnya
artefak ( benda mati ) pembacanyalah yang menghidupkan sebagai proses
konkritasi.
3. Menurut
Abram (1958 : 14 – 21) pendekatan pragmatik merupakan perhatian utama
terhadap peran pembaca. Dalam kaitannya dengan salah satu teori modern
yang paling pesat perkembangannya yaitu teori resepsi.
Pendekatan
Pragmatik memberikan perhatian utama terhadap perananan pembaca, dalam
kaitannya dengan salah satu teori modern yang paling pesat perkembangannya,
yaitu teori resepsi, pendekatan Pragmatik dipertentangkan dengan pendekatan
ekspresif. Subjek pragmatik dan subjek ekspresif sebagai pembaca dan pengarang
berbagai objek yang sama, yaitu karya sastra. Perbedaanya, pengarang merupakan
subjek pencipta, tetapi secara terus-menerus, fungsi-fungsinya dihilangkan,
bahkan pada gilirannya pengarang dimatikan. Sebaliknya, pembaca yang sama
sekali tidak tahu-menahu tentang proses kreativitas diberikan tugas utama
bahkan dianggap sebagai penulis.
Pada
tahap tertentu pendekatan pragmatik memiliki hubungan yang cukup dekat dengan
sosiologi, yaitu dalam pembicaraan mengenai masyarakat pembaca. Pendekatan
pragmatik memliki manfaat terhadap fungsi-fungsi karya sastra dalam masyrakat,
perkembangan dan penyebarluasannya, sehingga manfaat karya sastra dapat
dirasakan. Dengan indikator pembaca dan karya satra, tujuan pendekatan
pragmatik memberikan manfaat terhadap pembaca. Pendekatan pragmatik secara
keseluruhan berfungsi untuk menopang teori resepsi, teori sastra yang
memungkinkan pemahaman hakikat karya sastra tanpa batas.
Pendekatan
pragmatik adalah pendekatan kajian sastra yang menitik beratkan kajiannya
terhadap peranan pembaca dalam menerima, memahami, dan menghayati karya sastra.
Pembaca memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan sebuah karya
merupakan karya sastra atau bukan. Pendekatan pragmatik adalah
pendekatan yang memandang karya sastra sebagai sarana untuk menyampaikan tujuan
tertentu kepada pembaca. Dalam hal ini tujuan tersebut dapat berupa tujuan
politik, pendidikan, moral, agama maupun tujuan yang lain. Dalam praktiknya
pendekatan ini cenderung menilai karya sastra menurut keberhasilannya dalam
mencapai tujuan tertentu bagi pembacanya (Pradopo, 1994).
Dalam
praktiknya, pendekatan ini mengkaji dan memahami karya sastra berdasarkan
fungsinya untuk memberikan pendidikan (ajaran) moral, agama, maupun fungsi
sosial lainnya. Semakin banyak nilai pendidikan moral dan atau agama yang
terdapat dalam karya sastra dan berguna bagi pembacanya, makin tinggi nilai
karya sastra tersebut.
Di
Indonesia pendekatan ini pernah dianut oleh Sutan Takdir Alisyahbana (pada masa
Pujangga Baru) yang mengatakan bahwa karya sastra yang baik haruslah yang
memberikan manfaat bagi masyarakat, yang kemudian dikenal dengan istilah sastra
bertendens (Teeuw 1978). Sejumlah kasus pelanggaran oleh pemerintah dan
aparatnya pada masa Orde Baru terhadap karya-karya tertentu untuk dibaca dan
dipentaskan di depan masyarakat umum, misalnya beberapa puisi Rendra, Emha
Ainun Nadjib, dan drama-drama Riantiarno, juga menunjukkan praktik kritik
pragmatik. Sebab dalam pelarangan tersebut menunjukan karya sastra dinilai
dalam hubungannya dengan dampak dan pengaruhnya bagi masyarakat.
Penerapan
pendekatan pragmatik misalnya memahami karya sastra dalam hubungannya dengan
nilai moral, religius, dan pendidikan, seperti tampak pada judul-judul berikut.
“Ajaran Moral dalam Novel Sitti Nurbaya”, “Nilai Religiositas dalam puisi-puisi
Emha Ainun Nadjib” juga “Nilai Edukatif dalam Novel Salah Asuhan”. Dari
judul-judul tersebut akan tampak bahwa dalam membahas dan menilai karya sastra
kita kaitkan nilai-nilai pendidikan, etika, dan religius yang terdapat dalam
karya sastra yang dapat berguna sebagai contoh atau teladan bagi pembaca.
Kelemahan:
cenderung menilai karya sastra menurut keberhasilannya dalam mencapai tujuan
tertentu kepada pembaca
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dalam
sastra terdapat empat pendekatan yang dikenal oleh masyarakat umum, yaitu pendekatan
objektif, pendekatan mimetik, pendekatan ekspresif, dan pendekatan pragmatik
yaitu: Pendekatan ekspresif adalah pendekatan dalam kajian sastra yang
menitikberakan pada ekspresi perasaan penulis. Dalam pendekatan ini, penilaian
terhadap karya seni ditekankan pada kebaruan dan keorisinalitasannya.
Dalam
kajian sastra, pendekatan ini jarang digunakan karena tidak banyak ahli yang
menggunakan pendekatan ekspresif ini. Pendekatan objektif adalah pendekatan
pada kajian sastra yang menitik beratkan pada karya sastranya. Dalam kerjanya,
pendekatan objektif akan memahami sistem di dalam karya sastra. Unsur sistem
itu disebut unsur instrinsik.
Pendekatan mimetik adalah pendekatan pada
kajian sastra yang menitikberatkan kajiannya terhadap hubungan karya sastra
dengan kenyataan di luar sastra. Pendekatan pragmatik adalah pendekatan dalam
kajian sastra yang menitikberatkan kajiannya terhadap peranan pembaca dalam
menerima, memahami, dan menghayati karya sastra. Pembaca sangat berperan dalam
menentukan sebuah karya tersebut, termasuk karya sastra atau bukan
karya sastra.
3.2 SARAN
Dalam
memahami suatu karya sastra selain empat kajian diatas terdapat juga
pendekatan-pendekatan karya sastra lain yang dapat menambah ilmu pembaca yang
tidak hanya berpatokan pada pendekatan yang dibahas di atas. Banyak
sumber-sumber lain seperti di jurnal,artikel dan sebagainya,
DAFTAR PUSTAKA
Wellek,Rene dan
Austin Warren.2014.Teori Kesustraan.Jakarta:PT
Gramedia Pustaka Utama