Rabu, 28 September 2016

ketidaklangsungan ekspresi puisi



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Bahasa adalah dasar atau (symbol) yang sudah mempunyai arti dan mempunyai konvensi sendiri karena bahasa merupakan lembaga kemasyarakatan. Dengan demikian, sastra terikat arti bahasa dan konvensi bahasa. Meskipun demikian, bahasa itu disesuaikan dengan konvensi sastra sebab sastra juga merupakan lembaga masyarakat yang  mempunyai konvensi sendiri. Dipandang dari konvensi bahasa, konvensi sastra itu merupakan konvensi tambahan, yaitu konvensi tambahan disamping dan diluar konvensi bahasa. Jadi dalam sastra ada konvensi bahasa yang merupakan konvensi di luar sastra bahasa ada konvensi sastra sendiri yang disebut konvensi tambahan oleh Preminger (1974 :981). Konvensi tambahan dalam sastra diantaranya konvensi bahasa kiasan, persajakan, pembagian bait, persajakan, bahkan juga enjambement (perloncatan baris) dan tipografi ( susunan tulisan). 
Diantara konvensi-konvensi tambahan itu adalah konvensi adalah konvensi bahasa kiasan (symbolic extrapolation) (Preminger,1974 :981) merupakan konvensi tambahan puisi itu menyatakan pengertian-pengertian atau hal-hal secara tidak langsung, yaitu menyatakan sesuatu hal dan berarti yang lain. Dengan demikian  itu, bahasa puisi nemberikan makna lain daripada bahasa biasa.Ketidaklangsungan pernyataan  puisi itu menurut Riffaterre (1978:2) disebabkan oleh tiga hal: penggantian arti (displacing), penyimpangan arti (distorting), dan penciptaan arti (creating of meaning)






1.2  Rumusan masalah
Oleh sebab itu, maka dalam makalah ini akan dibahas mengenai:
1.      Bagaimanakah penggantian arti dalam puisi?
2.      Bagaimanakah penyimpangan arti dalam puisi?
3.      Bagaimana penciptaan arti dalam puisi?

1.3  Tujuan
Dalam penulisan makalah ini bertujuan agar pembaca mampu  mengetahui :
1.      Penggantian arti dalam puisi
2.      Penyimpangan arti dalam puisi
3.      Penciptaan arti dalam puisi















BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Ketidaklangsungan Ekspresi Puisi
Menurut Riffaterre (dalam Pradopo, 2009: 210) ketidaklangsungan pernyataan puisi itu disebabkan oleh tiga hal, yaitu: penggantian arti (displacing of meaning), penyimpangan arti (distorting of meaning), dan penciptaan arti (creating of meaning).
2.1.1                    Penggantian Arti
Pada umunya kata-kata kiasan mengganti sesuatu yang lain, lebih-lebih metafora dan metomini Riffaterre (dalam Pradopo, 2009: 212). Dalam penggantian arti ini suatu kata (kiasan) berarti yang lain (tidak menurut arti yang sesungguhnya). Misalnya dalam sajak Chairil ini.

SAJAK PUTIH
Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mangalun bergelut senda

Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku

Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mangalir luka
ntara kita mati datang tidak membela…..
Dihitam matamu kembang mawar dan melati: mawar dan melati adalah metafora dalam baris ini, berarti yang lain: sesuatu yang indah, atau cinta yang murni. Jadi, dalam mata kekasih si aku itu tampak sesuatu (cinta) yang indah atau cinta yang menggairahkan dan murni seperti keindahan bunga mawar (yang merah) dan melati (putih) yang mekar. Metafora itu bahasa kiasan yang menyatakan sesuatu seharga dengan hal lain yang sesungguhnya tidak sama, Altenbernd (dalam Pradopo, 2009: 212). Secara umum dalam pembicaraan puisi, bahasa kiasan seperti perbandingan, personifikasi, sinekdoki, dan metonimi itu bisa disebut saja dengan metafora meskipun sesungguhnya metafora itu berbeda dengan kiasan yang lain, mempunyai sifat sendiri. Metafora itu melhat sesuatu dengan perantaraan hal atau benda lain.
Dalam bait kedua baris pertama “sepi menyanyi” adalah personafikasi, dalam keadaan yang mesra itu tiba-tiba terasa sepi: “sepilah yang menyanyi” karena mereka berdua tidak berkata-kata, suasana begitu khusyuk seperti waktu malam untuk mendoa tiba.Maka dalam keadaan diam itu maka jiwa si akulah yang beriak seperti air kolam kena angin. Dalam baris ke-3 dan  ke- 4 “dan dalam dadaku memerdu lagu / menarik menari seluruh aku”. Kata lagu dan menari mengiaskan kegembiraan si aku karena bersanding (melihat) kekasihnya yang menggairahkan,yang bersandar tari warna pelangi,yaitu dalam keadaan yang sangat menyenangkan.
Dalam bait ketiga baris pertama :” Hidup dari hidupku, pintu terbuka,”Kalau kekasih masih mau menengadah kepada si aku berarti masih cinta padanya.” Selama kau darah mengalir dari luka”ini berarti selama kau masih hidup, masih dapat merasa sakit dan samapi kematian datang antara si aku dan kekasihnya tidak membelah : tidak bercerai. Semuanya itu merupakan sajak putih “, yaitu pernyataan hati si penyair (yaitu sajak yang diucapkan dengan tulus ikhlas : dengan “putih”


2.1.2        Penyimpangan Arti

Menurut Riffaterre (dalam Pradopo, 209: 213) penyimpangan terjadi bila dalam sajak ada abiguitas, kontradiksi, ataupun nonsense.

2.1.2.1  Ambiguitas
Dalam puisi kata-kata, frase, dan kalimat sering mempunyai arti ganda, menimbulkan banyak tafsir atau ambigu. Sebuah contoh sajak Sutardji CalzoumBachri.

TAPI
aku bawakan bunga padamu
                                                              tapi kau bilang masih
aku bawakan resahku padamu
                                                              tapi kau bilang hanya
aku bawakan darahku padamu
                                                  tapi kau bilang Cuma
aku bawakan mimpiku padamu
                                                  tapi kau bilang meski
aku bawakan dukaku padamu
                                                  tapi kau bilang tapi
aku bawakan mayatku padamu
                                                  tapi kau bilang hamper
ku bawakan arwahku padamu
                                                  tapi kau bilang kalau
tanpa apa aku datang padamu
                                                  wah!

Dengan ambiguitas seperti itu puisi memberI kesempatan kepada pembaca untuk memberikan arti sesuai dengan asosiasinya. Dengan demikian, setiap kali sajak ini dibaca selalu memberikan arti baru. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Julia Kristeva (tokoh semiotic terkenal) (Preminger dkk, 1974: 982) bahwa dalam puisi arti tidak terletak “di balik” penanda (tanda bahasa: kata), seperti sesuatu yang “dipikirkan” oleh pengarang, melainkan tanda itu (kata-kata itu) menjanjikan sebuah arti (arti-arti) yang harus diusahakan diproduksi oleh pembaca.

2.1.2.2  Kontradiksi
Dalam sajak modern banyak ironi, yaitu salah satu cara menyampaikan maksud secara berlawanan atau kebalikan. Ironi ini biasanya untuk mengejek sesuatu yang keterlaluan. Ironi ini menarik perhatian dengan cara membuat pembaca berpikir. Sering juga membuat orang tersenyum atau membuat orang berbelaskasihan terhadap sesuatu yang menyedihkan. Dalam puisi Indonesia, penyair Subagio Sastrowardojo sering menulis ironi, misalnya yang terkenal “Afrika Selatan”, yang lain, “Bulan Ruwah”, “Katechisasi”, “Nyayian Ladang”.
NYAYIAN LADANG
Kau akan cukup punya istirah
Di hari siang. Setelah selesai mengerjakan sawah
Pak tani, jangan menangis

Kau akan cukup punya sandang
Buat nikah, jangan menangis.

Kau akan cukup punya pangan
Buat si ujang, setelah selesai pergi kondangan.
Pak tani, jangan menangis.
Kau akan cukup punya lading
Buat sawah. Setelah selesai mendirikan kandang.
Pak tani, jangan menangis.(Daerah Perbatasan, 1970: 19).

Dalam sajak tersebut si penyair seolah-olah menghibur pak tani, yang tampaknya serba kecukupan, tetapi sebenarnya hidupnya sangat sederhana daN sengsara. Seolah segala-galanya sudah cukup bagi pak tani: akan cukup istirah, cukup punya kerja di sawah, cukup sandang, punya sandang setelah lunas sandang, cukup punya pangan sesudah kondangan (kenduri)!, cukup punya ladang buat sawah.
Kehidupan petani sesungguhnya sangat sederhana, dan sengsara, semua serba: akan! Pak tani jangan menangis−itu sesungguhnya malah: Pak tani harus menangis dalam keadaan yang menderita itu, dalam keadaan melarat, hidup penuh hutang, hanya punya makan pun sehabis pergi kondangan, dan sawahnya hanya lading, dalam arti tak cukup baik untuk menanam padi.

2.1.2.3  Nonsense
Nonsense merupakan bentuk kata-kata yang secara linguistic tidak mempunyai art sebab tidak terdapat dalam kosakata, misalnya penggabungan dua kata atau lebih (sepisaupi, sepisaupa) menjadi bentuk baru, pengulangan suku kata dalam satu kata: tekekehkekeh-kehkehkeh. Nonsense ini menimbulkan asosiasi-asosiasi tertentu, menimbulkan arti dua segi,
menimbulkan suasana aneh, suasana gaib, ataupun suasana lucu. Misalnya sajak-sajak Sutardji Calzoum Bachri anyak mengandung nonsense demikian itu. Misalnya dalam sajak “pot” (1981: 30): potapa potitu potkaukah potaku?, dalam “Herman”: tak bisa pegang di tangan takbisatakbisatakbisa…., dalam “Kakekkakek & Bocahbocah”: dan bocah-bocah tertawa terkekehkekehkehkehkeh. Dalam sajak “Sepisaupi” (1981: 87) sebagai berikut.
SEPISAUPI
sepisau luka sepisau duri
sepikul dosa sepukau sepi
sepisau duka serisau diri
sepisau sepi sepisau nyanyi
sepisaupa sepisaupi
sepisapanya sepikau sepi
sepisaupa sepisaupi
sepikul diri keranjang duri
sepisaupa sepisaupi
sepisaupa sepisaupi
sepisaupa sepisaupi
sampai pisauNya kedalam nyanyian

Sutardji menggabungkan kata sepi dan pisau dan sapa menjadi sepisau, sepisaupi, dan sepisaupa, sepisapanya, maka sapanya dalam sepi itu menusuk seperti pisau. Di situ arti sepi dan pisau digabungkan hingga terjadi makna sepi seperti pisau yang menusuk. Juga, sepi digabungkan dengan pikul, menjdi sepikul dosa: rasanya dosa itu betapa berat dan sepi mencekam. Dalam sajak terkandung makna: dasa itu menimbulkan derita seperti tusukan duri dan pisau dan membuat sepi terasing.

2.1.3         Penciptaan Arti
Terjadi penciptaan arti (Riffaterre, 1978: 2) bila ruang teks (spasi teks) berlaku sebagai prinsip pengorganisasian untuk membuat tanda-tanda keluar dar hal-hal ketatabahasaan yang sesungguhnya secara linguistic tidak ada artinya, misalnya simitri, rima, enjebement, atau ekuivalensi-ekuivalensi makna (semantik) diantara persamaan-persamaan posisi dalam bait (homologues). Dalam puisi sering terdapat keseimbangan (simitri) berupa persejajaran arti antara bait-bait atau antara baris-baris dalam bait.
Homologues (persamaan posisi) itu misalnya tampa dalam sajak pantun atau yang semacam pantun. Semua tanda di luar kebahasaan itu menciptakan makna di luar arti kebahasaan. Misalnya makna yang mengeras (intensitas arti) dan kejelasan yang diciptakan oleh ulang bunyi dan parlelisme. Misalnya bait sajak Rendra ini.

Elang yang gugur tergeletak
Elang yang tergugur terebah
Satu harapku pada anak
Ingatkan pulang pabila lelah

Dalam bait sajak itu ada persejajaran bentuk menimbulkan persejajaran arti: bahwa bagaimanapun hebatnya elang, sekali-kali ia gugur tergeletak dan terebah, begitu juga si anak akan lelah juga dan ngatlah akan pulang. Di bawah ini sajak Sutardji (1981: 25) yang penuh persejajaran bentuk dan arti. Oleh ulang yang berturut-turut terjadilah orkestrasi (bunyi masak) dan irama. Orkestrasi ini menyebabkan liris dan konsentrasi.









BAB III
PENUTUP
3.1  SIMPULAN
Berdasarkan materi yang sudah diulas pada bab II maka secara garis besar dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu:
1.      Dalam penggantian arti ini suatu kata (kiasan) berarti yang lain (tidak menurut arti yang sesungguhnya).
2.      penyimpangan terjadi bila dalam sajak ada ambiguitas, kontradiksi, ataupun nonsense.
3.      bila ruang teks (spasi teks) berlaku sebagai prinsip pengorganisasian untuk membuat tanda-tanda keluar dar hal-hal ketatabahasaan yang sesungguhnya secara linguistic tidak ada artinya, misalnya simitri, rima, enjebement, atau ekuivalensi-ekuivalensi makna (semantik) diantara persamaan-persamaan posisi dalam bait (homologues).

3.2  Sebaiknya kita memahami tentang Teori dan Apresiasi Puisi, pemahaman bahan ajar ini akan membantu kita dalam menentukan strategi pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan pendidikan sehingga akan tercapai hasil belajar yang optimal.









DAFTAR PUSTAKA


Pradopo, Rachmad Djoko.2014.”Pengkajian Puisi”.Yogyakarta:Gadjah Mada University Press




1 komentar:

  1. titanium flat irons - Titanium Arts
    A great titanium exhaust way for beginners to become titanium legs an expert with the is toaks titanium a metal frame that contains titanium septum jewelry the core of titanium titanium quartz dioxide.

    BalasHapus